Sabtu, 09 Februari 2013

Ini Juga Masih Harus Syukur . . .

Ini Juga Masih Harus Syukur . . .


Terbangun dari tidur malam itu, karena mendengar bisingnya motor yang wara wiri di depan rumahku. Sudah pagi kah?? Mana Ayah Zia lagi keluar rumah. Dan tiba-tiba blep, MATI LAMPU. Zia mulai merengek merasa kepanasan, mana lilin habis lagi.

Tak lama, Ayah Zia masuk, melihatku terbangun, dia bilang "Air naik lagi Bun".

Masih teringat dan terekam jelas, luapan air sungai yang kulewati setinggi pinggangku. Berjalan sendiri untuk mengantar nasi ke rumah Embah Zia yang agak jauh dari gerbang komplek. Bersyukur saat itu air sudah tenang, dan memang harus berjalan di tengah sambil terus berhati-hati menenteng rantang ^_^
Memandang air yang mengalir deras memasuki wilayah komplek merupakan hal menegangkan, mengira-ngira akan setinggi apa air menutupi rumah, hal yang melelahkan.

Baru saja, 2 minggu lalu. Dan sekarang sudah harus mengeruk dan menarik keluar pasukan lumpur yang berhasil menguasai rumah Mbah Zia. Ya, rumah Mbah. Rumahku yang terletak diantara dua komplek langganan banjir memang tidak ikut melihat atau merasakan lumpur dan air kotor. Tapi ikut juga kehilangan akses PLN yang selalu menemani saban hari. Hanya mati lampu, ini juga masih harus bersyukur. Karena rumah masih bisa ditempati.

Rupanya banjir malam ini lebih tinggi dari banjir sebelumnya. Dan kedatangannya yang malam hari membuat Mbah Zia kedinginan saat menaikkan barang dagangan di warung depan rumahnya. Ya, rupanya banjir yang datang menjelang tengah malam mendatangkan masalah tersendiri.

Ikut membersihkan rumah seusai banjir adalah hal baru bagiku. Walau hanya melihat dari loteng karena sibuk dengan Zia yang ingin turun karena melihat Ayahnya berkecimpung dengan lumpur ^_^

" kenapa sih kalo banjir pasti ninggalin lumpur? Kok ga air bening aja yang ditinggalin? " celetuk salah seorang sepupuku yang sedang ikut bersih-bersih. Memang, membersihkan lumpur amat menyebalkan, apalagi tak Ada air bersih saat itu. Listrik masih padam, karena di perumahan PGP memang masih banjir.

" kalau aku sih masih mending dikasih air sama Allah, dariada dikasih api, habis rumahku nanti. Cuma segini aka kok. Ini juga masih harus syukur " timbal Mbah Zia yang mendengar perkataan sepupuku itu. Memang benar, segala musibah dan cobaan yang diberikan Allah pada setiap hambanya memiliki makna dan maksud tertentu. Ujian atau azab, mencari letak kesalahan manusia yang mungkin telah salah memperlakukan alam tempat tinggalnya.

Ini Juga Masih Harus Syukur
Bunda Zia
Baca selengkapnya »

1 komentar:

Rahmi Aziza mengatakan... 12 Februari 2013 pukul 14.16

Swelalu ada yang harus disyukuri ya mba... tinggalnya di Jakarta kah mba? smoga permasalahan banjir segera teratasi ya, aamiin

Posting Komentar

Catatan Cinta Bunda Zia